Rabu, 05 November 2014

kelas X SMA tentang Proses Pembentukan Minyak Bumi dan Pengolahannya (SMA)


Proses pembentukan minyak bumi


            Minyak bumi dan gas alam diduga berasal dari jasad renik lautan, tumbuhan dan hewan yang mati sekitar 150 juta tahun yang lalu. Dugaan tersebut didasarkan pada kesamaan unsur-unsur yang terdapat dalam bahan tersebut dengan unsur-unsur yang terdapat pada makhluk hidup. Sisa-sisa organisme itu mengendap di dasar laut, kemudian ditutupi oleh lumpur yang lambat laun mengeras karena tekanan lapisan diatasnya sehingga berubah menjadi batuan. Sementara itu bakteri anaerob menguraikan sisa-sisa organisme itu sehingga menjadi minyak bumi dan gas yang terperangkap di antara lapisan-lapisan kulit bumi. Proses pembentukan minyak bumi dan gas ini membutuhkan waktu yang sangat lama. Bahkan sepanjang umur kita pun belum cukup untuk membuat minyak bumi dan gas. Jadi kita harus melakukan penghematan dan berusaha mencari sumber energi alternatif.

A.     Komposisi minyak bumi


Minyak bumi hasil pengeboran masih berupa minyak mentah (crude oil) yang kental dan hitam. Crude oil ini terdiri dari campuran hidrokarbon yaitu
  1. Alkana
    Senyawa alkana yang paling banyak ditemukan adalah n-oktana dan isooktana (2,2,4-trimetil pentana)
  2. Hidrokarbon aromatisDiantaranya adalah etil benzene
  3. Sikloalkana Antara lain siklopentana dan etil sikloheksana
  4. Belerang (0,01-0,7%)
  5. Nitrogen (0,01-0,9%)
  6. Oksigen (0,06-0,4%)
  7. Karbon dioksida [CO2]
  8. Hidrogen sulfida [H2S]

B.     Pengolahan minyak bumi

Minyak bumi biasanya beradai 3-4 Km di bawah permukaan. Untuk mengambil minyak bumi tersebut kita harus membuat sumur bor yang telah di sesuaikan kedalamannya. Minyak mentah yang diperoleh ditampung dalam kapal tangker atau dialirkan ke kilang minyak dengan menggunakan pipa. Minyak mentah yang tadi diperoleh belum bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar maupun keperluan lainnya. Minyak mentah tersebut haruslah diolah terlebih dahulu. Minyak mentah mengandung sekitar 500 jenis hidrokarbon dengan jumlah atom C-1 hingga C-50. Pengolahan minyak bumi dilakukan melalui distilasi bertingkat, dimana minyak mentah dipisahkan ke dalam kelompok-kelompok dengan titik didih yang mirip. Hal tersebut dilakukan karena titik didih hidrokarbon meningkat seiring dengan bertambahnya atom karbon (C) dalam molekulnya.
Mula mula minyak metah dipanaskan pada suhu sekitar 400C. Setelah dipanaskan kemudian di alirkan ke menara fraksionasi/destilasi.


C.     Menara destilasi
Dimenara inilah terjadi proses destilasi. Yaitu proses pemisahan larutan dengan menggunakan panas sebagai pemisah. Syarat utama agar terjadinya proses destilasi adalah adanya perbedaan komposisi antara fase cair dan fase uap. Dengan demikian apabila komposisi fase cair dan face uap sama maka proses destilasi tidak mungkin dilakukan. Proses destilasi pada kilang minyak bumi merupakan pengolahan secara fisika yang primer sebagai awal dari semua proses memproduksi BBM (Bahan Bakar Minyak).


Description: skema penyulingan minyak bumi menara destilasi
D. Skema penyulingan minyak
Minyak mentah hasil dari pengeboran di alirkan ke kapal tangker untuk kemudian di distribusikan ke kilang minyak. Disinilah terjadi proses destilasi yang sudah di jalaskan di atas. Pertama, miyak mentah dipanaskan dengan suhu sekitar 400 derajat C. Komponen yang titik didihnya lebih tinggi akan tetap berupa cairan dan akan mengalir turun ke bawah, sedangkan yang titik didihnya lebih randah akan menguap naik ke atas melalui sungkup-sungkup yang disebut sungkup gelembung. Semakin keatas suhu di dalam menara fraksionasi itu semakin rendah. Dengan demikian, setiap kali komponen dengan titik didih lebih tinggi naik, akan mengembun dan terpisah, sedangkan komponen dengan titik didih lebih rendah akan terus naik ke bagian yang lebih atas lagi. Begitulah seterusnya, sehingga komponen yang paling atas itu berupa gas. Komponen yang berupa gas itu disebut gas petrolium. Kemudia gas petrolium tersebut dicairkan dan dikelan sebagai LPG (Liquefied Petroleum Gas).

E.     Hasil olahan minyak bumi

Dari skema di halaman sebelumnya kita dapat melihat hasil-hasil dari proses destilasi minyak mentah. Diatnaranya yaitu :
·  LPG
Liquefied Petroleum Gas (LPG) PERTAMINA dengan brand ELPIJI, merupakan gas hasil produksi dari kilang minyak (Kilang BBM) dan Kilang gas, yang komponen utamanya adalah gas propana (C3H8) dan butana (C4H10) lebih kurang 99 % dan selebihnya adalah gas pentana (C5H12) yang dicairkan

·  Bahan bakar penerbangan
Bahan bakar penerbangan salah satunya avtur yang digunakan sebagai bahan bakar persawat terbang.

·  Bensin
Bensin merupakan bahan bakar transportasi yang masih memegang peranan penting sampai saat ini. Bensin mengandung lebih dari 500 jenis hidrokarbon yang memiliki rantai C5-C10. Kadarnya bervariasi tergantung komposisi minyak mentah dan kualitas yang diinginkan.

·  Minyak tanah ( kerosin )
Bahan bakar hidrokarbon yang diperoleh sebagai hasil penyulingan minyak bumi dengan titik didih yang lebih tinggi daripada bensin; minyak tanah; minyak patra.

·  Solar
Diesel, di Indonesia lebih dikenal dengan nama solar, adalah suatu produk akhir yang digunakan sebagai bahan bakar dalam mesin diesel yang diciptakan oleh Rudolf Diesel, dan disempurnakan oleh Charles F. Kettering.
·  Pelumas
Pelumas adalah zat kimia, yang umumnya cairan, yang diberikan diantara dua benda bergerak untuk mengurangi gaya gesek. Pelumas berfungsi sebagai lapisan pelindung yang memisahkan dua permukaan yang berhubungan

·  Lilin
Lilin adalah sumber penerangan yang terdiri dari sumbu yang diselimuti oleh bahan bakar padat. Bahan bakar yang digunakan adalah paraffin

·  Minyak bakar
Minyak bakar adalah hasil distilasi dari penyulingan minyak tetapi belum membentuk residu akhir dari proses penyulingan itu sendiri. Biasanya warna dari minyak bakar ini adalah hitam chrom. Selain itu minyak bakar lebih pekat dibandingkan dengan minyak diesel

·  Aspal
Aspal ialah bahan hidro karbon yang bersifat melekat (adhesive), berwarna hitam kecoklatan, tahan terhadap air, dan visoelastis. Aspal sering juga disebut bitumen merupakan bahan pengikat pada campuran beraspal yang


F.     Dampak negatif penggunaan minyak bumi

  1. Pencemaran udara
Turunnya kualitas udara akibat zat sisa dari pemakaian minyak bumi
  1. Perubahan iklim
Penggunaan minyak bumi akan menghasilkan zat sisa berupa CO2¬. Gas tersebut dapat menimbulkan efek rumah kaca di bumi sehingga terjadilah pemanasan global yang sekarang ini sedang terjadi. Pemanasan global tersebutlah yang memicu perubahan iklim di berbagai balahan dunia
  1. Pencemaran air
Eksploitasi miyak bumi dengan menggunakan kapal tangker, tidak menutup kemungkinan adanya kebocoran pada kapal tangker tersebut. Karena kapal tangker itu bocor, maka minyak mentah yang ada di dalamnya akan keluar dan jatuh keair sehingga mengakibatkan pencemaran air.


Kelas X SMA bab Jagat Raya tentang Planet

Butuh laporan materi kelas X SMA tentang PLANET bab Jagat Raya?? nih....

BAB   1
PENDAHULUAN

A.   DEFINISI
Planet adalah benda langit yang memiliki ciri-ciri berikut:
  • mengorbit mengelilingi bintang atau sisa-sisa bintang;
  • mempunyai massa yang cukup untuk memiliki gravitasi tersendiri agar dapat mengatasi tekanan rigid body sehingga benda angkasa tersebut mempunyai bentuk kesetimbangan hidrostatik (bentuk hampir bulat);
  • tidak terlalu besar hingga dapat menyebabkan fusi termonuklir terhadap deuterium di intinya; dan,
  • telah "membersihkan lingkungan" (clearing the neighborhood; mengosongkan orbit agar tidak ditempati benda-benda angkasa berukuran cukup besar lainnya selain satelitnya sendiri) di daerah sekitar orbitnya
  • Berdiameter lebih dari 800 km
Berdasarkan definisi di atas, maka dalam sistem Tata Surya terdapat delapan planet. Hingga 24 Agustus 2006, sebelum Persatuan Astronomi Internasional (International Astronomical Union = IAU) mengumumkan perubahan pada definisi "planet" sehingga seperti yang tersebut di atas, terdapat sembilan planet termasuk Pluto, bahkan benda langit yang belakangan juga ditemukan sempat dianggap sebagai planet baru, seperti: CeresSednaOrcusXenaQuaoarUB 313. Pluto, Ceres dan UB 313 kini berubah statusnya menjadi "planet kerdil/katai."
Planet diambil dari kata dalam bahasa Yunani Asteres Planetai yang artinya Bintang Pengelana. Dinamakan demikian karena berbeda dengan bintang biasa, Planet dari waktu ke waktu terlihat berkelana (berpindah-pindah) dari rasi bintang yang satu ke rasi bintang yang lain. Perpindahan ini (pada masa sekarang) dapat dipahami karena planet beredar mengelilingi matahari. Namun pada zaman Yunani Kuno yang belum mengenal konsep heliosentris, planet dianggap sebagai representasi dewa di langit. Pada saat itu yang dimaksud dengan planet adalah tujuh benda langit: MatahariBulanMerkuriusVenusMarsJupiter dan Saturnus. Astronomi modern menghapus Matahari dan Bulan dari daftar karena tidak sesuai definisi yang berlaku sekarang. Sebelumnya, planet-planet anggota tata surya ada 9, yaitu Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter/Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto. Namun, tanggal 26 Agustus 2006, para ilmuwan sepakat untuk mengeluarkan Pluto dari daftar planet sehingga jumlah planet di tata surya menjadi hanya 8.

B.   SEJARAH
Sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, pengertian istilah “planet” berubah dari “sesuatu” yang bergerak melintasi langit (relatif terhadap latar belakang bintang-bintang yang “tetap”), menjadi benda yang bergerak mengelilingi Bumi. Ketika model heliosentrik mulai mendominasi pada abad ke-16, planet mulai diterima sebagai “sesuatu” yang mengorbit Matahari, dan Bumi hanyalah sebuah planet. Hingga pertengahan abad ke-19, semua obyek apa pun yang ditemukan mengitari Matahari didaftarkan sebagai planet, dan jumlah “planet” menjadi bertambah dengan cepat di penghujung abad itu.
Selama 1800-an, astronom mulai menyadari bahwa banyak penemuan terbaru tidak mirip dengan planet-planet tradisional. Obyek-obyek seperti Ceres, Pallas dan Vesta, yang telah diklasifikasikan sebagai planet hingga hampir setengah abad, kemudian diklasifikan dengan nama baru "asteroid". Pada titik ini, ketiadaan definisi formal membuat "planet" dipahami sebagai benda 'besar' yang mengorbit Matahari. Tidak ada keperluan untuk menetapkan batas-batas definisi karena ukuran antara asteroid dan planet begitu jauh berbeda, dan banjir penemuan baru tampaknya telah berakhir.
Namun pada abad ke-20, Pluto ditemukan. Setelah pengamatan-pengamatan awal mengarahkan pada dugaan bahwa Pluto berukuran lebih besar dari Bumi, IAU (yang baru saja dibentuk) menerima obyek tersebut sebagai planet. Pemantauan lebih jauh menemukan bahwa obyek tersebut ternyata jauh lebih kecil dari dugaan semula, tetapi karena masih lebih besar daripada semua asteroid yang diketahui, dan tampaknya tidak eksis dalam populasi yang besar, IAU tetap mempertahankan statusnya selama kira-kira 70 tahun.
Pada 1990-an dan awal 2000-an, terjadi banjir penemuan obyek-obyek sejenis Pluto di daerah yang relatif sama. Seperti Ceres dan asteroid-asteroid pada masa sebelumnya, Pluto ditemukan hanya sebagai benda kecil dalam sebuah populasi yang berjumlah ribuan. Semakin banyak astronom yang meminta agar Pluto didefinisi ulang dari sebuah planet seiring bertambahnya penemuan obyek-obyek sejenis. Penemuan Eris, sebuah obyek yang lebih masif daripada Pluto, dipublikasikan secara luas sebagai planet kesepuluh, membuat hal ini semakin mengemuka. Akhirnya pada 24 Agustus 2006, berdasarkan pemungutan suara, IAU membuat definisi planet yang baru. Jumlah planet dalam Tata Surya berkurang menjadi 8 benda besar yang berhasil “membersihkan lingkungannya” (Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus), dan sebuah kelas baru diciptakan, yaitu planet katai, yang pada awalnya terdiri dari tiga obyek, Ceres, Pluto dan Eris.
















C.   Sejarah nama-nama planet

Lima planet terdekat ke Matahari selain Bumi (MerkuriusVenusMarsYupiter dan Saturnus) telah dikenal sejak zaman dahulu karena mereka semua bisa dilihat dengan mata telanjang. Banyak bangsa di dunia ini memiliki nama sendiri untuk masing-masing planet (lihat tabel nama planet di bawah). Pada abad ke-6 SM, bangsa Yunani memberi nama Stilbon (cemerlang) untuk Planet Merkurius, Pyoroeis (berapi) untuk Mars, Phaethon (berkilau) untuk Jupiter, Phainon (Bersinar) untuk Saturnus. Khusus planet Venus memiliki dua nama yaitu Hesperos (bintang sore) dan Phosphoros (pembawa cahaya). Hal ini terjadi karena dahulu planet Venus yang muncul di pagi dan di sore hari dianggap sebagai dua objek yang berbeda.
Pada abad ke-4 SM, Aristoteles memperkenalkan nama-nama dewa dalam mitologi untuk planet-planet ini. Hermes menjadi nama untuk Merkurius, Ares untuk Mars, Zeus untuk Jupiter, Kronos untuk Saturnus dan Aphrodite untuk Venus.
Pada masa selanjutnya di mana kebudayaan Romawi menjadi lebih berjaya dibanding Yunani, semua nama planet dialihkan menjadi nama-nama dewa mereka. Kebetulan dewa-dewa dalam mitologi Yunani mempunyai padanan dalam mitologi Romawi sehingga planet-planet tersebut dinamai dengan nama yang kita kenal sekarang.
Hingga masa sekarang, tradisi penamaan planet menggunakan nama dewa dalam mitologi Romawi masih berlanjut. Namun demikian ketika planet ke-7 ditemukan, planet ini diberi nama Uranus yang merupakan nama dewa Yunani. Dinamakan Uranus karena Uranus adalah ayah dari |Kronos (Saturnus). Mitologi Romawi sendiri tidak memiliki padanan untuk dewa Uranus. Planet ke-8 diberi nama Neptunus, dewa laut dalam mitologi Romawi.

Nama planet dalam bahasa lain

Arab
Syams
Utaared
Zuhra
Ard
Qamar
Marrikh
Mushtarie
Zuhal
Uraanus
Niftuun
Belanda
Zon
Mercurius
Venus
Aarde
Maan
Mars
Jupiter
Saturnus
Uranus
Neptunus
Bengali
Surya
Budh
Shukra
Prithivi
Chand
Mangal
Brihaspati
Shani
-
-
Canton
Taiyeung
Suising
Gumsing
Deiqao
Yueqao
Fuosing
Moqsing
Tousing
Tinwongsing
Huoiwongsing
Filipina
Araw
Merkuryo
Beno
Daigdig
Buwan
Marte
Hupiter
Saturno
Urano
Neptuno
Gujarati
Surya
Budh
Shukra
Prathivi
Chandra
Mangal
Guru
Shani
Prajapathie
Varun
Indonesia
Matahari
Merkurius
Venus
Bumi
Bulan
Mars
Yupiter
Saturnus
Uranus
Neptunus
Inggris
Sun
Mercury
Venus
Earth
Moon
Mars
Jupiter
Saturn
Uranus
Neptune
Jawa
Srengenge
Buda
Kejora
Jagad
Rembulan
Anggara
Respati
Sani
-
-
Jepang
Taiyou
Suisei
Kinsei
Chikyuu
Tsuki
Kasei
Mokusei
Dosei
Ten'ousei
Kaiousei
Jerman
Sonne
Merkur
Venus
Erde
Mond
Mars
Jupiter
Saturn
Uranus
Neptun
Latin
Sol
Mercurius
Venus
Terra
Luna
Mars
Jupiter
Saturnus
Uranus
Neptunus
Melayu
Matahari
Utarid
Zuhrah
Bumi
Bulan
Marikh
Musytari
Zuhal
Uranus
Neptun
Mandarin
Taiyang
Shuixing
Jinxing
Diqiu
Yueqiu
Huoxing
Muxing
Tuxing
Tianwangxing
Haiwangxing
Perancis
Soleil
Mercure
Vénus
Terre
Lune
Mars
Jupiter
Saturne
Uranus
Neptune
Portugis
Sol
Mercúrio
Vênus
Terra
Lua
Marte
Júpiter
Saturno
Urano
Neptuno
Russia
Solnce
Merkurij
Venera
Zemlja
Luna
Mars
Yupiter
Saturn
Uran
Neptun
Sanskerta
Surya
Budha
Sukra
Dhara
Chandra
Mangala
Brhaspati
Sani
-
-
Thailand
Surya
Budha
Sukra
Lok
Chandra
Angkarn
Prhasbadi
Sao
Uranus
Neptune
Yunani












BAB 2
PEMBAHASAN

1.    PLANET YANG DAPAT DIHUNI MANUSIA
Bukan rahasia lagi kalau makin ke sini, lahan di bumi semakin padat. Nyaris semua pelosoknya sudah ditempati sementara peradaban manusia tak berhenti bahkan semakin tumbuh berkembang. Mau nggak mau kita harus mencari tempat baru, dan hijrah ke planet baru pun menjadi jawabannya.
Sejak puluhan tahun lalu tim NASA sudah melakukan penjelajahan, baik lewat teleskop super canggih atau langsung terbang dengan pesawat luar angkasa. Kabar terbarunya, awal Desember 2011, tim NASA menyatakan telah menemukan planet yang punya banyak kemiripan dengan bumi, planet Kepler 22B.
Tidak hanya itu, tapi ada lagi beberapa planet yang nyaris menyerupai bumi dan diperkirakan bisa dihuni manusia.

1.      Kepler22B
Awal Desember, astronom membenarkan keberadaan dunia yang pertama kali diketahui yang berada di zona yang nyaman dan dapat dihuni di sekitar bintang seperti Matahari yang berada di luar sistem tata surya.
Namun terlalu cepat untuk mengatakan apakah planet, yang disebut Kepler-22b, memiliki permukaan berbatu, berair, atau mengandung gas. Namun demikian, Nasa menggunakan beberapa gambaran artistik untuk me-render planet, diproyeksikan menjadi hijau-biru dengan awan putih tipis.
2.      HD 85512 B
Planet yang terletak 36 tahun cahaya dari bumi ini memiliki massa 3,6 kali massa bumi, itulah mengapa planet ini bisa menyimpan atmosfer. Para peneliti pun yakin di sana bisa ditemukan H2O, CO2 dan N2 sehingga manusia pun bisa tinggal disana.
3.      Gliese 581 g atau Gl 581 g
Hasil pengamatan observatorium MW Keck di Hawaii, Amerika Serikat, selama 11 tahun membuahkan hasil. Para ilmuwan menemukan sebuah planet yang paling mirip dengan Bumi bernama Gliese 581g, pada September 2010. Planet yang ukurannya hampir sama dengan Bumi itu mengorbit dan berada di tengah “zona huni perbintangan”. Peneliti juga menemukan zat cair dapat eksis di permukaan planet itu. ini akan menjadi planet paling mirip Bumi yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Ini juga merupakan planet pertama yang paling berpotensi dihuni manusia. Yang paling menarik dari dua planet Gliese 581g adalah, dia memiliki massa tiga sampai empat kali dari Bumi dan periode orbit hanya di bawah 37 hari. Volume massa itu menunjukkan bahwa planet itu kemungkinan merupakan planet berbatu dengan permukaan tertentu. Itu juga menunjukkan bahwa planet itu memiliki gravitasi yang cukup. Gliese 581g terletak dengan jarak 20 tahun cahaya dari Bumi, tepatnya berada di konstelasi Libra. Posisi planet ini, satu sisi selalu menghadap bintang dan memiliki suhu panas yang memungkinkan manusia untuk berjemur secara terus-menerus di siang hari. Di bagian samping yang menghadap jauh dari bintang, berada dalam kegelapan yang terus-menerus. Para peneliti memperkirakan rata-rata suhu permukaan planet ini antara -24 dan 10 derajat Fahrenheit atau -31 sampai -12 derajat Celsius. Suhunya akan sangat terik saat posisinya menghadap bintang dan bisa terjadi pembekuan saat sedang gelap. Menurut Profesor Vogt, gravitasi di permukaan planet itu hampir sama atau sedikit lebih tinggi dari Bumi, sehingga orang dapat dengan mudah berjalan tegak di planet ini.

4.      GJ 1214b/
Planet itu lebih besar dari Bumi dan memiliki kandungan air. Hasil temuan tim dari Harvard-Smithsonian Centre for Astrophysics itu dipublikasikan di jurnal Nature, Rabu 16 Desember 2009. Berukuran 2,7 kali lebih besar dari Bumi, planet itu mengitari matahari, yang lebih kecil dan kurang bercahaya dari matahari di tata surya kita. Meski planet GJ 1214b kemungkinan besar memiliki atmosfer yang terlalu tebal dan terlalu panas bagi bentuk kehidupan seperti di Bumi, penemuan itu merupakan pencapaian besar dalam pencarian kehidupan di planet lain. “Kegembiraan terbesar adalah karena kami menemukan sebuah dunia dengan kandungan air yang mengitari bintang yang sangat kecil dan sangat dekat, hanya berjarak 40 tahun cahaya dari sistem tata surya kita,” kata David Charbonneau, profesor astronomi di Harvard University dan ketua tim penulis artikel di jurnal Nature, seperti dikutip dari laman CNN. Planet GJ 1214b tergolong sebagai “super-Earth” karena berukuran antara satu dan sepuluh kali lebih besar dibanding Bumi. Dalam beberapa tahun, para ilmuwan sudah mengetahui keberadaan planet-planet super ini. Sebagian besar yang ditemukan astronom berukuran sangat besar, sehingga lebih mirip planet Jupiter daripada Bumi. Charbonneau mengatakan, kehidupan di planet GJ 1214b tersebut kemungkinan tidak akan mirip seperti kehidupan di Bumi. “Planet ini kemungkinan memiliki air yang berupa cairan,” katanya.






5.      Planet GJ 667Cc
Planet ini disebut kandidat terbaik mirip bumi. Dikutip dari Dailymail, planet yang terdeteksi lewat teleskop dari Bumi itu, berbatu seperti laiknya Bumi yang kita huni ini. Selain itu, dia juga mengorbit dengan “zona hunian” dengan suhu yang cocok untuk keberadaan air di permukaan. Suhu permukaannya bisa jadi mirip Bumi. “Planet baru ini kandidat terbaik yang menyediakan air, dan mungkin kehidupan,” kata pemimpin penelitian ini, Guillem Anglada-Escudé, Februari 2012. Planet yang terdeteksi teleskop di European Southern Observatory ini memiliki bobot 4,5 kali bumi dan mengorbit pada satu bintang yang disebut GJ 667C dengan jarak 22 tahun cahaya dari bumi. Dalam konteks galaksi, dia tetangga kita. Diberitakan Telegraph, planet ini mengorbit pada bintangnya dengan periode 28,15 hari, hampir sama dengan bumi kepada matahari. “Planet ini mengorbit di sistem tiga bintang. Tapi dua lainnya sangat jauh. Keduanya akan terlihat cantik di langit,” kata  Steven Vogt, seorang profesor astronomi. Dua bintang lainnya hanyalah bintang kerdil berwarna oranye. Ada tiga planet yang mengorbit dekat bintang ini. 


6.      Planet KOI 326.01
Planet ini memiliki volume dan diameter lebih kecil dibandingkan Bumi dengan temperatur sedikit lebih rendah dari air mendidih. Dari segi ukuran, planet ini mirip Bumi. Planet KOI 326.01 ditangkap pertama kali oleh Teleskop Kepler. Teleskop tersebut bekerja untuk mendeteksi planet-planet ekstrasolar (berada di luar tata surya). Ia mampu mengamati 150.000 bintang terdekat Bumi di ruang angkasa. Sejauh pengamatan terhadap KOI 326.01, ilmuwan planet dari Ames Research Center NASA William Borucki mengatakan, “Ini obyek kecil, kandidat kecil.” “Astronom pun bahkan tidak mengetahui berapa ukuran bintang induknya. Sebab itu, sulit untuk mengetahui karakteristik planet yang mirip Bumi itu. Sampai kini, belum ada konfirmasi lebih lanjut,” kata dia, yang juga bertanggung jawab sebagai Kepala Tim Sains Kepler, Februari 2011. Ada perkiraan bahwa satu di antara 200 bintang di ruang angkasa pastilah sebuah planet yang memiliki zona layak huni makhluk hidup, atau menyerupai kehidupan seperti Bumi. Planet KOI 326.01 adalah salah satunya? Itu masih misteri. Tapi, menurut beberapa ilmuwan, planet seukuran Bumi itu merupakan salah satu planet yang cocok untuk kehidupan alternatif penghuni Bumi.

7.      Sistem Kepler 9
Satelit Kepler menemukan kelompok planet alien, planet-planet yang tak pernah dilihat sebelumnya itu mengelilingi sebuah bintang–seperti planet dalam tata surya yang mengelilingi Matahari, Agustus 2010. Temuan itu dinamakan sistem Kepler 9. Pengamatan dari observatorium Kepler mengkonfirmasikan dua planet seukuran Saturnus mengorbit sebuah bintang –dalam jarak sekitar 2.300 tahun cahaya dari Bumi. Dua planet terbesar dalam sistem ini yang dinamakan Kepler 9b dan Kepler 9c–ditemukan memiliki diameter yang hampir sama. Keduanya punya massa dan kepadatan seperti Saturnus. Namun, dua planet tersebut terlalu dekat dengan bintang–mirip Matahari, seperti Merkurius yang mengorbit Matahari. Dua planet itu diduga kuat tidak memiliki kehidupan karena sangat panas. Para astronot belum menemukan planet mirip Bumi dari observatorium Sistem Kepler ini. Jika keberadaan planet ketiga mirip yang Bumi sudah ada konfirmasi, planet itu bisa menjadi planet terkecil yang dikenal. “Kami bisa mengatakan, dalam hal ukuran fisik, ini akan jadi yang terkecil, tapi kami belum mengetahui massanya,” kata Matthew Holman, staf direktur divisi teori astrofisika di Harvard-Smithsonian Center, yang mengkonfirmasi temuan Kepper. Keppler mengungkapkan, planet ketiga ini memiliki radius 11,5 kali Bumi dan memiliki periode orbital sekitar 1,6 hari di Bumi–lebih pendek dari Kepler-9b dan 9c. Para peneliti sedang meneliti apakah kandidat ‘Kembaran Bumi’ mengorbit di bintang yang sama dengan dua planet lain. Namun dalam hal kelayakan huni, sistem Kepler-9 mungkin bukan tempat yang tepat untuk mencari kehidupan. “Planet-planet ini seperti tidak layak huni,” kata Holman. Diperkirakan temperatur dua planet terbesar sangat tinggi, sekitar 740 derajat Kelvin (872 derajat Fahrenheit) dan 540 derajat Kelvin (512 derajatFahrenheit).

8.      Planet Kepler 10-b
Teleskop luar angkasa AS menemukan sebuah planet yang terletak di luar tata surya. Planet itu tampak berbatu-batu, mirip dengan Bumi. Sayang, planet itu tidak layak huni, karena terlalu panas. Menurut NASA, suhu di salah satu sisi planet itu sebesar 2.700 derajat Fahrenheit, atau sekitar 1.482 derajat Celcius. Astronom NASA, Natalie Batalha, mengatakan bahwa planet itu berukuran 1,4 kali lebih besar dan memiliki massa 4,5 lebih padat dari Bumi. Kepler 10-b mengorbit di suatu bintang mirip matahari dan berjarak 560 tahun cahaya, atau sekitar 9,4 triliun kilometer.


















2.    KEHIDUPAN SELAIN BUMI


Seorang pilot sipil Amerika bernama Kenneth Arnold dalam penerbangannya melintasi wilayah negara bagian Washington pada 24 Juni 1947 melihat sejumlah pesawat yang semula dikiranya pesawat tempur. Namun ia kemudian sadar bahwa apa yang dilihatnya bukan pesawat biasa karena kecepatannya, menurut perhitungannya sekitar 1300 mph. Ia berusaha melukiskan pengelihatannya; ia berkata: “seperti piring terbang rendah di atas permukaan air dengan kecepatan tinggi”. Inilah pertama kali istilah piring terbang (flying soucer) dipergunakan untuk wahana antariksa tak dikenal

Laporan penampakan seperti yang dilihat Arnold bukanlah yang pertama kali. Salah satu catatan awal penampakan wahana antariksa tak dikenal muncul pada tahun 1254 oleh biarawan Saint Alban, Inggris. Dan sejak itu ratusan penampakan diseluruh dunia terus bermunculan, baik oleh perseorangan maupun kelompok orang dan dari berbagai kalangan. Tentu kalian pernah mendengar istilah UFO yaitu singkatan dari Unidentified Flying Object atau “Benda Terbang Tak Dikenal”. Penampakan – penampakan diatas kemudian sering diistilahkan melihat UFO, atau dikunjungi oleh UFO. Cerita UFO ini beragam, mulai dari yang hanya melihat kerlap kerlip obyek terbang bercahaya dilangit malam, ada yang merasa pernah melihat makhluk itu mendarat di Bumi bahkan konon ada yang pernah diculik oleh mereka. Semua atau sebagian laporan itu bisa benar atau bisa sensasi belaka atau sekadar kesalahan menafsir penglihatan saja. Apa yang penting kemudian dengan atau tanpa adanya penampakan – penampakan adalah pertanyaan “Apakah di luar sana ada makhluk hidup, mungkin cerdas dan kemudian memiliki teknologi tinggi untuk melakukan perjalanan angkasa luar?”.


Pertanyaan ini sangat logis dan manusiawi. Logis karena memang posisi Bumi yang tidak seistimewa yang dipikirkan Aristoteles dengan paham geosentrisnya tentulah mengherankan bila manusia menjadi sebuah keistimewaan di Alam Semesta dari sisi keberadaannya. Manusiawi, karena manusia adalah makhluk sosial yang terpatri dalam intelektualitasnya bahwa mustahil rasanya manusia tercipta dalam kesendirian di Alam Semesta yang demikian luasnya. Buktinya cerita rakyat, lukisan – lukisan dalam gua sampai kepada legenda kuno hampir semua bangsa senantiasa melibatkan peranan makhluk – makhluk luar Bumi apakah dalam bentuk dewa – dewa atau kepercayaan semisal Gilgamesh pada suku Maya.
Di jaman modern seperti sekarangpun, kita juga punya cerita yang tidak jauh berbeda semisal “War of the Worlds” karya George Orwell yang mengisahkan secara ekstrim suatu invasi makhluk asing ke Bumi atau kisah fiksi ilmiah tentang perjalanan luar angkasa dalam film “Alien” yang sempat muncul dalam empat seri.

Bagaimana dengan ilmu pengetahuan? Ilmu pengetahuan yang senantiasa berbasis bukti ilmiah sedikit memberi ruang bagi terjawabnya misteri ini. Kalangan ilmuwan masih skeptis terhadap “kunjungan istimewa” ini, karena dua sebab; Pertama, sejumlah besar laporan tidak dapat diabadikan sebagai bukti. Jikapun berhasil diabadikan banyak kesaksian yang meragukan bahwa foto – foto bukti sebagai hasil rekayasa atau kesalahan penafsiran (human eror). Kedua, skeptisisme para ilmuwan dilandasi oleh bukti ilmiah yang muncul dari berbagai penelitian resmi yang menunjukkan kecilnya peluang menemukan bentuk kehidupan di luar Bumi, sekalipun dalam bentuknya yang paling sederhana. Kalian pernah mendengar ekspedisi Viking dan Voyager milik Amerika Serikat ataupun program SETI. Itu semua merupakan upaya ilmiah mencari jawaban atas misteri ini.

Alasan ketiga dan ini yang terpenting. Pemikiran sederhana bahwa sejarah 3.5 miliar tahun keberlangsungan kehidupan di Bumi (Usia Bumi itu sendiri diperkirakan sekitar 5 milyar tahun) dari sejak terciptanya planet ini sampai munculnya kehidupan multi cellular. Bandingkan dengan perkiraan usia Alam Semesta ini yang sekitar 12 milyar tahun. Jika saja tahapan evolusi sebagaimana yang terjadi di Bumi juga secara seragam dan paralel terjadi entah dipelosok Alam Semesta manapun maka kecil kemungkinan bahwa kehidupan luar Bumi itu telah mencapai suatu tahap peradaban space travel yang melampaui batas kemampuan manusia saat ini.

Sekalipun para ilmuwan memiliki segudang alasan untuk tidak percaya, namun mereka tetap membuka peluang adanya bentuk – bentuk kehidupan di luar sana. Setidaknya sejarah sudah membuktikan bahwa bukankah sejak dulu manusia senantiasa memimpikan suatu perjalanan ke Bulan. Dan impian itu memerlukan waktu 10.000 tahun sejak manusia memasuki tahap peradaban sampai akhirnya berhasil menjejakkan kaki di Bulan. Itu sebabnya para ilmuwan di Amerika Serikat dan negara maju lainnya terus mengembangkan program penelitian untuk mencari kemungkinan adanya kehidupan luar Bumi.


A.    Sejarah Pemikiran

Kepercayaan kuno tentang kehidupan di luar Bumi hampir terdapat di semua peradaban besar yang pernah ada seperti India, Mesir, Arab, Babilonia, Assiria dan Sumeria. Sekalipun pemikiran tentang keberadaan makhluk luar Bumi ini bercampur aduk dengan peran dan keberadaan dewa dan unsur supranatural lainnya sehingga sulit untuk dianggap sebagai bukti ilmiah. Namun patut dicatat pendapat pemikir Yunani, Thales dan Anaksimander yang mengemukakan tesisnya bahwa kehidupan di luar Bumi haruslah tak berhingga banyaknya, sama takberhingganya dengan luas Alam Semesta itu sendiri. Catatan ini menunjukkan bahwa sejak awal manusia secara rasional menduga adanya kehidupan di luar Bumi.

Dalam khasanah Hindu yang meyakini adanya siklus kehidupan (reinkarnasi) menunjukkan bahwa harus ada banyak Alam Semesta. Tuhan menciptakan banyak dunia untuk memberi kesempatan kepada ruh memperbaiki perilakunya di dunia yang lain. Dalam khasanah Islam, Kitab Suci Al Qur’an yang menyiratkan adanya banyak dunia; “Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam”, dimana kata Semesta Alam menunjukkan jamak (banyak). Keberadaan makhluk lain pun senantiasa diberi peluang dengan banyaknya ayat yang menyitir “makhluk yang melata dipermukaan Bumi (manusia), di langit (malaikat) dan makhluk yang diantara keduanya”.

Dalam khasanah Kristiani, sekalipun gereja tidak secara resmi mengakui keberadaan banyak dunia, namun Uskup Paris Etienne Tempier tetap tidak sependapat dengan Aristoteles yang pemikiran – pemikirannya pernah mewarnai Gereja dalam rentang waktu yang lama, bahwa Tuhan dengan kekuasaanNya yang tak terbatas tentulah dapat menciptakan banyak dunia.
Khasanah ilmu pengetahuan abad Pertengahan juga mencatat pemikiran yang searah. Penemuan Copernicus – yang menggugurkan konsep geosentrisme Aristoteles – menyatakan bahwa Bumi hanyalah sebuah planet saja dalam suatu sistem Tata Surya dan konsekuensinya Kebesaran Nya bukan saja memungkinkan adanya kehidupan lain selain di Bumi tetapi bahkan merupakan suatu keharusan.



B.     Wacana Ilmiah

Sesungguhnya terkait penyelidikan ilmiah dalam upaya memecahkan teka – teki adanya kehidupan di luar Bumi dapat dibagi dalam dua tahap pendekatan. Pertama, adalah upaya untuk menjawab adakah bentuk kehidupan serupa Bumi di luar Bumi. Merujuk kepada buku yang ditulis oleh ahli geologi dan palaentologi Peter Ward dan ahli astrobiologi Donald Brownlee; The Rare Earth: Why Complex Life is Uncommon in the Universe, menyatakan bahwa bila toh ada kehidupan ekstra terestrial, maka kehidupan tinggi (multi cellular) seperti di Bumi bukanlah bentuk yang umum dapat dijumpai di Alam Semesta. Sebaliknya kehidupan mikrobiologilah yang jauh lebih memungkinkan. Kemungkinan pandangan ini bermula dari pemikiran bahwa suatu kehidupan multi cellular memerlukan lompatan besar yang peluangnya sangat kecil.
Kedua ilmuwan itu membuka peluang munculnya pemikiran untuk menemukan adanya kehidupan yang tidak berbasis DNA. Manusia acapkali terjerembab pada ide geosentrisme, dan kedua ilmuwan ini tampaknya tidak ingin mengulangi kegagalan cara pandang Aristoteles yang terlalu geosentris atau antroposentris. Hipotesa Gaia yang dikemukakan oleh JE Lovelock mengatakan bahwa planet yang mengandung beragam kehidupan diindikasikan oleh keberadaan atmosfir yang tidak setimbang secara kimia yang dapat diamati melalui spektroskopi. [penjelasan lebih lanjut lihat Box] Hipotesa ini membantu dalam memandu ilmuwan mengembangkan penelitian kemungkinan adanya kehidupan pada sistem tata surya selain Matahari yang berbasis DNA ataupun bukan.

Kedua, upaya untuk menjawab adakah kehidupan cerdas di luar Bumi. Pertanyaan ini merupakan kelanjutan dari pertanyaan pertama yaitu jika memang kehidupan di luar Bumi itu ada, apakah ada makhluk cerdas disana. Kalian tahu bahwa kehidupan cerdas di Bumi saja muncul baru pada detik – detik terakhir evolusi kehidupan di Bumi sekitar 1.000.000 tahun silam. Artinya dibutuhkan waktu jutaan tahun bahkan miliaran tahun bagi munculnya suatu kehidupan cerdas. Sejauh yang dimaksud kecerdasan adalah kecerdasan pada manusia, lompatan besar atau revolusi dari makhluk tanpa kecerdasan menuju kepada makhluk cerdas di Bumi pun masih merupakan misteri. Teori Evolusi Darwin itu sendiri masih merupakan hipotesa bahwa kecerdasan (manusia) termasuk bagian dari proses evolusi. Jika kecerdasan adalah bagian dari proses evolusi maka mengapa saat ini kita masih melihat adanya hewan yang sama sekali tidak memiliki kecerdasan atau hewan yang memiliki kecerdasan sedikti dibawah manusia. Bagaimana dengan bentuk kehidupan cerdas di Luar Bumi yang menyamai kecerdasan manusia atau bahkan melampaui kecerdasan manusia (karena bisa mengirim wahana antariksa menempuh perjalanan jutaan tahun cahaya mengunjungi manusia di Bumi). Bila ya ada, maka tentulah usia peradaban mereka jauh lebih tua dari manusia atau bahkan mungkin seusia dengan Alam Semesta ini. Mungkinkah?
Upaya yang paling populer sampai saat ini namun belum menghasilkan bukti kuat yaitu program Pesan Arecibo. Para astronom mengirimkan sejumlah sinyal digital yang mengandung informasi tertentu yang dapat ditafsirkan (konon secara universal) ke arah gugus bola M13 yaitu suatu kumpulan berbentuk simetri bola dari sejumlah bintang (dicatat pada katalog Messier) dengan harapan bila disana ada makhluk cerdas akan menerima pesan ini dan tentunya akan memberikan respon. Sayangnya sampai saat ini belum ada respon apapun.
           
Bentuk kehidupan uni cellular mungkin lebih dapat diterima ketimbang suatu kehidupan multi cellular apalagi suatu kehidupan cerdas. Kemungkinan pernah adanya kehidupan mikroba di Mars diperoleh dari ekspedisi yang membawa kendaraan pendarat Viking di Mars. Misi ini berhasil mengambil sejumlah contoh tanah dan gas dari permukaan Mars yang diduga mengindikasikan ada atau pernah ada kehidupan uni cellular. Sebelumnya tahun 1996, para ilmuwan menjumpai formasi fosil bakteri nano (kecil) pada meteorit ALH84001 yang diduga dilontarkan dari permukaan Mars. Namun hasil – hasil ini masih menjadi perdebatan.


C.    Planet Luar Tata Surya

Planet dalam Tata Surya selain Bumi dan diduga juga Mars, hampir pasti kecil peluang menemukan kehidupan karena ekstrimnya lingkungan permukaan planet – planet. Lalu bagaimana dengan peluang menemukan kehidupan di luar Tata Surya Matahari itu sendiri? Para ilmuwan juga mencoba meneliti planet – planet di luar Tata Surya Matahari yang mungkin memiliki peluang kehidupan. Planet itu adalah Gliese 581 c dan OGLE-2005-BLG-390Lb yang memiliki sejumlah kesamaan dengan planet Bumi. Namun keterbatasan kemampuan peralatan untuk mendeteksi keberadaan unsur penting kehidupan semisal senyawa Oksigen yang tidak mungkin diketahui keberadaannya hanya melalui deteksi radio. Planet ini ditemukan melalui pengamatan teleskopis di Observatorium La Silla Chili pada tahun 2007. Gliese 581 c itu sendiri adalah bintang katai merah yang berjarak 20.5 tahun cahaya dari Bumi. Namun hasil simulasi komputer oleh sarjana Jerman, Werner von Bloh menunjukkan bahwa keberadaan CO2 dan CH4 senyawa utama bagi keberlangsungan kehidupan justru akan menyebabkan terjadinya efek rumah kaca pada planet itu dan menyebabkan suhu atmosfir mencapai diatas titik didih dan menihilkan peluang menemukan kehidupan. Kini para astronom mengalihkan perhatian pada Gliese 581 d yang letaknya pada orbit luar Gliese 581 c jadi suhu planet diperkirakan lebih dingin untuk memungkinkan dijumpainya kehidupan.

Bagaimana para ilmuwan menduga suatu planet memiliki kemungkinan kehidupan? Pertama, para ilmuwan menyusun suatu tabulasi berbagai parameter yang diperoleh di Bumi yang mengindikasikan kemungkinan adanya kehidupan. Misalnya suhu atmosfer, pola cuaca, kehadiran senyawa air, CO2, CH4, aktivitas gunung berapi, gerak tektonik, jarak Matahari dan Bumi, dan lainnya. Ini didasarkan kepada asumsi bahwa kehidupan ala Bumi tentulah mensyaratkan kesamaan lingkungan ekologis. Kedua, para ilmuwan melakukan simulasi komputer yang memvariasikan berbagai kelas bintang dan jarak planet terhadap Bintang. Variasi jarak bintang dan planet terhadap variasi kelas bintang menghasilkan apa yang disebut wilayah kehidupan (habitable zone) yaitu wilayah kedudukan planet yang memungkinkan dijumpainya kehidupan mirip Bumi.
Dalam gambar tampak bahwa pita biru menunjukkan peluang menemukan kehidupan pada berbagai variasi jarak planet – bintang terhadap variasi bintang. Pita biru serong kekanan bila suhu permukaan bintang makin tinggi dan pita biru serong kekiri untuk bintang yang lebih dingin. Artinya habitable zone ini menjadi pedoman bagi para ilmuwan untuk memprakirakan ada atau tidaknya kehdupan. Sekali lagi pita biru ini sangat geosentris artinya dengan pendekatan ini maka kita hanya berpeluang menemukan kehidupan ala Bumi di luar Bumi.

Seorang ilmuwan periset di SETI, Frank Drake mengembangkan suatu persamaan yang menghitung peluang menemukan kehidupan cerdas di laur Bumi. Persamaan Drake ini mengandung variabel – variabel: 1) laju formasi bintang yang memungkinkan adanya kehidupan, 2) fraksi bintang yang mengandung planet, 3) jumlah sistem planet yang mirip Bumi, 4) fraksi planet dimana berkembang kecerdasan, 5) fraksi jumlah planet yang memungkinkan komunikasi, 6) rentang waktu peradaban yang memungkinkan komunikasi.  Dari persamaan ini, Drake menemukan bahwa ada 10.000 planet yang mungkin berkehidupan seperti Bumi dan memiliki kecerdasan untuk mampu berkomunikasi dalam Galaksi Bima Sakti. Ketika teleskop Hubble mulai beroperasi memantau wilayah langit dijumpai tak kurang dari 125 miliar galaksi dan dengan persamaan Drake ini menghasilkan peluang sekitar 6.25 miliar bentuk kehidupan yang mungkin. Sungguhpun hasil persamaan Drake, sebagaimana juga hasil – hasil riset mutakhir, besarnya peluang menemukan adanya kehidupan cerdas, namun tidak sekalipun hasil – hasil itu membawa kepastian bagi kita. Jadi pertanyaan : Mungkinkah kita tidak sendiri di Alam Semesta ini? Masih tetap relevan. Ada yang berminat meneliti misteri ini?.


D.    Hipotesa Gaia (Ibu Bumi)

Sejak penelitian tentang kehidupan luar Bumi dimulai, para ilmuwan mulai mendefinisikan apakah kehidupan itu sendiri. Sekurangnya, Bernal, Erwin Schrodinger dan Paul Wigner mendefinisikan bahwa kehidupan adalah kumpulan gejala - gejala yang bersifat terbuka dan kontinu (sinambung) yang mampu menurunkan entropi internalnya dengan memanfaatkan bahan - bahan atau energi bebas yang diambil dari lingkungannya dan kemudian dikeluarkan dalam bentuk terurai . Sekalipun definisi ini masih menyisakan sederet kemungkinan bentuk non kehidupan termasuk dalam batasan ini, namun arahnya sudah benar.

Selanjutnya JE Lovelock mengungkapkan bahwa aktivitas atmosfir tidak dapat dilepaskan dari aktivitas dipermukaan Bumi yaitu kehidupan. Ini mendorong pemahaman bahwa ketidakstabilan dalam atmosfir Bumi disebabkan oleh aktivitas kehidupan di Bumi. misalnya teroksidasinya Oksida        Nitrat dan Amonia merupakan anomali tanpa mempertimbangkan sintesa nitrogen oleh bentuk - bentuk kehidupan di Bumi. Beliau menghipotesakan bahwa atmosifr Bumi tidak lain merupakan perluasan dari bisofir. Lebih jauh lagi seluruh benda hayati di permukaan Bumi membentuk suatu sistem hidup yang memengaruhi atmosfir Bumi dan menjadikannya sesuai bagi kehidupan serta memberikan fasilitas dan kekuatan yang jauh lebih besar daripada benda hayati penyusunnya secara sendiri - sendiri.

Apa yang mendasari pemikiran JE Lovelock adalah bahwa berbagai fosil kehidupan di Bumi yang sudah berusia 3.5 miliar tahun menunjukkan bahwa atmosfir Bumi tidak berubah banyak selama masa itu sekalipun aktivitas dan suhu Matahari, komposisi atmosfir dan sifat permukaan Bumi telah banyak berubah. Keberadaan oksida nitrat, gas metan dan nitrogen bertentangan dengan hukum - hukum kesetimbangan kimia karena sifat kemampuan oksidasi yang dikandungnya. Secara unik senyawa - senyawa ini selalu terpelihara dalam keadaan optimal. Secara lebih luas, atmosfir Bumi apapun kondisi eksternalnya senantiasa berada dalam keadaan optimal bagi kehidupan. Jadi atmosfir Bumi jelas bukan sekedar produk biologi tetapi lebih mungkin adalah juga benda hayati tersendiri yang mampu mengendalikan aktivitasnya bagi terselenggaranya kehidupan secara keseluruhan Atas pemikiran inilah berbagai riset tentang pencarian kehidupan ekstra terestrial didasarkan, yaitu bahwa untuk menemukan kehidupan, perlu meneliti keberadaan atmosfir yang lebih merupakan mantel kehidupan yang sanggup memelihara kehidupan.


E.     Beralih dari Cara Pandang Antroposentris ke Cara Pandang Universal
Para ilmuwan dalam meneliti kemungkinan adanya makhluk hidup di luar Bumi berpijak pada karakteristik makhluk hidup di Bumi. Cara pandang ini tentulah sesuatu yang wajar dan sangat antroposentris. Namun sebagai ilmuwan tentulah perlu membuka celah bagi kemungkinan munculnya bentuk kehidupan dengan karakteristik dasar berbeda dengan makhluk Bumi. Para ilmuwan setidaknya memberi patokan dalam tiga aspek dalam memetakan kemungkinan adanya bentuk kehidupan alternatip yaitu karakteristik biokimia, karakteristik evolusi dan karakteristik morfologis.


F.     Aspek Biokimia

Semua bentuk kehidupan di Bumi diketahui selain memerlukan unsur - unsur utama seperti Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), Belerang (S), dan Fosfor (P) serta sejumlah unsur runut berupa mineral, juga air (H2O) sebagai pelarut dimana berbagai reaksi biokimia dapat berlangsung. Diasumsikan bahwa kelimpahan sejumlah unsur karbon yang mencukupi serta beberapa elemen utama kehidupan lainnya bersama - sama dengan air membuka peluang terbentuknya organisme hidup di planet lain yang memiliki komposisi kimia dan suhu rata - rata yang menyerupai Bumi. Bumi dan planet - planet lainnya diketahui terbentuk dari debu antar bintang yang memiliki kelimpahan berbagai unsur kimia yang mencukupi yang berasal dari sisa supernova, maka sangat dimungkinkan bahwa planet - planet lain tersebut selain Bumi juga memiliki komposisi kimiawi yang serupa dengan Bumi.

Kombinasi karbon dan air dalam bentuk senyawa kimia Karbohidrat (seperti gula) dapat menjadi sumber energi kimiawi dalam mana kehidupan bergantung kepadanya. Kombinasi ini dapat pula menyediakan unsur dasar struktur kehidupan (seperti misalnya Ribosa dalam molekul DNA dan RNA dan selulosa pada tanaman). Tanaman menghasilkan energi melalui konversi energi cahaya menjadi energi kimia melalui fotosintesa. Kehidupan memerlukan Karbon untuk adanya keadaan tereduksi (turunan metana, CH4) dan teroksidasi parsial (karbon dioksida, CO2).  Ia juga memerlukan nitrogen sebagai derivat ammonia (NH4OH) tereduksi dalam semua bentuk protein, belerang sebagai turunan Hidrogen Sulfida (H2S) dalam sejumlah protein esensial dan fosfor teroksidasi pada fosfat (HPO4) dalam kandungan materi genetik dan transfer energi. Sedangkan air (H2O) yang cukup sebagai pelarut telah menyediakan oksigen yang cukup sebagai konstituen berbagai senyawa biokimia.

Air murni dibutuhkan karena memiliki tingkat keasaman netral (pH = 7) berkenaan dengan disosiasi antara hidroksida (H+) dan ion hidronium ( OH- ). Sebagai hasilnya, larutan ini dapat melarutkan baik ion positip logam (X+) maupun ion negatip unsur non logam (Y-) dengan kekuatan yang sama. Lebih lanjut, kenyataan bahwa molekul organik dapat menjadi hidrofobi (tidak melarut dalam air) atau hidrofili (larut dalam air) menciptakan kemampuan senyawa organik untuk mengarahkan dirinya sendiri membentuk membran yang mampu melingkupi air (misalnya dalam badan sel). Kenyataan bahwa air dalam bentuk padatan kurang rapat ketimbang air dalam bentuk cairan juga berarti bahwa es mengapung dan oleh karenanya mencegah samudra di Bumi dari pembekuan secara perlahan - lahan. Tanpa kualitas semacam ini, samudra sudah pasti akan membeku pada masa - masa zaman es di Bumi dan bisa jadi Bumi kehilangan matra hidupnya.

Sebagai tambahan, gaya Van der Waals antar molekul air memberi kemampuan pada air menyimpan energi yang melalui penguapan, dan energi akan dilepas dalam proses kondensasi. Hal ini membantu iklim menjadi lebih moderat, mendinginkan wilayah tropis dan menghangatkan wilayah kutub, serta membantu menjaga kestabilan termodinamis yang sangat dibutuhkan bagi keberlangsungan kehidupan.
Unsur Karbon sangat mendasar bagi kehidupan terrestrial karena kelenturannya dalam menciptakan ikatan kovalen dengan berbagai unsur non logam, utamanya nitrogen, oksigen dan hidrogen. Karbon dioksida dan air secara bersama -sama memungkinkan menyimpan energi Matahari dalam senyawa gula, seperti glukosa. Oksidasi glukosa akan melepaskan nergi dalam bentuk energi biokimia yang dibutuhkan sebagai bahan bakar reaksi biokimia lainnya. Kemampuan membentuk asam organik (-COOH) dan basa amino (-NH2) memunculkan peluang netralisasi reaksi dehidrasi untuk membangun rantai polimer peptide yang panjang dan protein katalis dari asam amino monomer. Dan dengan fosfat dapat membangun bukan hanya rantai DNA (molekul penyimpan informasi genetis) tetapi juga ATP (arus energi utama bagi kehidupan cellular).

Berkenaan dengan kelimpahan relatip serta kegunaannya zat - zat esensial diatas dalam menjaga keberlangsungan kehidupan, para ahli menghipotesakan bahwa bentuk kehidupan dimanapun di Alam Semesta ini akan juga memerlukan materi - materi dasar diatas. Meskipun demikian, unsur lain atau pelarut lain memiliki juga kemungkinan sebagai alternatip bagi dasar - dasar kehidupan. Misalnya, Silikon sering dianggap sebagai kandidat utama yang menjadi pengganti unsur karbon. Bentuk kehidupan berbasis silikon diperkirakan memiliki morfologi tubuh mirip kristal dan diduga memiliki kemampuan hidup pada temperatur lingkungan yang tinggi, misalnya diplanet - planet yang dekat dengan bintang pusatnya. Bentuk kehidupan berbasis ammonia (ketimbang yang biasanya adalah air) juga merupakan alternatip sekalipun solusi ini kurang optimal dibandingkan dengan air.


G.    Aspek Evolusi dan Morfologi

Sebagai tambahan atas dasar biokimia kehidupan ekstra terrestrial, para ahli juga mempertimbangkan evolusi dan morfologi. Sejumlah fiksi ilmiah sering menggambarkan kehidupan ekstra terrestrial dengan bentuk - bentuk mirip manusia (humanoid) dan / atau reptil. Seekor (seorang) alien acapkali digambarkan memiliki kulit berwarna hijau atau abu - abu, dengan kepala besar dan empat anggota tubuhnya yang sangat antroposentris. Subyek lain yang juga sering diimajinasikan adalah berbentuk serangga sebagai representasi makhluk asing.

Dipertimbangkan suatu pembagian antara karakteristik yang sifatnya universal dan karakteristik yang sifatnya parochial (terbatas secara sempit). Universal adalah karakteristik yang pernah secara bebas lambat laun terjadi lebih dari sekali di Bumi (dan oleh karenanya dianggap tidak terlalu sulit untuk berkembang) dan secara intrinsik berguna sehingga setiap spesies akan cenderung kepadanya. Ini termasuk gerombolan, pengelihatan, fotosintesa dan anggota badan, yang semuanya sudah lambat laun terjadi beberapa kali di Bumi. Terdapat sejumlah besar variasi mata, sebagai contoh, dan banyak daripadanya memiliki perbedaan radikal dalam skema kerja dan fokus visual: spectrum visual, infra merah, polaritas dan ekolokasi. Parokial secara esensial adalah bentuk evolusioner yang sembarang. Karakteristik yang demikian sering memiliki sedikit utilitas terpadu (atau sekurangnya memiliki fungsi yang dapat secara setara dilayani oleh morfologi yang berbeda) dan mungkin tidak akan tereplikasi lagi. Contoh klasik suatu parokial adalah konjungsi yang fatal dari jalan nafas dan makan dijumpai dalam sejumlah hewan, walaupun hal ini adalah mungkin bahwa konjungsi ini diperbolehkan dalam evolusi cara bicara manusia. Alien cerdas dapat berkomunikasi melalui bahasa tubuh seperti orang tuli, atau melalui suara yang diciptakan dari struktur yang tak terkait untuk bernafas, yang terjadi di Bumi ketika cicadas menggetarkan sayap atau jangkrik menggesekkan khaki mereka.

Upaya untuk mendefinisikan gambaran parokial menantang banyak anggapan tentang keharusan morfologis yang diambil begitu saja. Kerangka tubuh yang sangat penting bagi sebagian besar organisme terrestrial terkait kepada para ahli dibidang biologi gravitasional, hampir diyakini tereplikasi dimanapun pada satu dan lain bentuk kehidupan.  Banyak juga yang secara raba - raba seperti dalam hal makhluk ekstra terrestrial dianggap bertelur, namun kelenjar susu di mamalia termasuk kasus tunggal.

Asumsi keragaman radikal diantara makhluk ekstra terrestrial tanpa sengaja terpatri. Sementara banyak ahli eksobiologi menekankan sangatnya keberagaman alam kehidupan  di Bumi melatar depani asumsi lebih beragamnya kehidupan di luar Bumi, lainnya justru menekankan adanya suatu evolusi konvergen mengarahkan kesamaan substansial antara Bumi dan kehidupan ekstra terrestrial. Dua pandangan filosofis ini disebut divergionisme dan konvergenisme.












BAB 3
PENUTUP


1.     KESIMPULAN
Setelah menguraikan tentang planet, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kesemua planet yang ada di galaksi mempunyai bentuk dan ciri yang berbeda. Dan sebenarnya semua planet sama dan dapat di huni oleh.



2.     SARAN
Dalam tulisan ini informasi mengenai beberapa planet masih belum lengkap, sehingga diharapkan informasi lebih lanjut dari pembaca dapat melengkapinya.